Rabu, 21 November 2012

GANGGUAN PADA MATA (MIOPI) YANG SERING MENYERANG REMAJA BESERTA ASUHAN KEPERAWATAN NYA


GANGGUAN PADA MATA (MIOPI) YANG SERING MENYERANG REMAJA

Dikerjakan untuk memenuhi nilai tugas mata pelajaran Pengantar Ilmu Penyakit (PIP)


Disusun oleh :
Agusni Rahayu Putri
Neng Lia
Shinta Puspita Dewi 

XI PERAWAT MEDIS A

SMK KESEHATAN BHAKTI KENCANA CIMAHI
2012/2013




Daftar Isi
Kata pengantar ………………………………………………………………………………………………              iii
Daftar isi              ………………………………………………………………………………………………             iv            
Bab 1 Pendahuluan
1.1   Latar Belakang           …………………………………………………………………………………..             1
1.2   Rumusan Masalah   …………………………………………………………………………………..             2
1.3   Tujuan                          …………………………………………………………………………………..             2
1.4   Manfaat Penelitian …………………………………………………………………………………..             2
Bab 2 Tinjauan teori
2.1 definisi          ………………………………………………………………………………………………             3
2.2 penyebab(etiologi)  …………………………………………………………………………………………….....           4
2.3 patologi         ………………………………………………………………………………………….........           5
2.4 tanda dan gejala        …………………………………………………………………………………………….....           6
2.5 penatalaksanaan       ………………………………………………………………………………………………..          7
2.6 asuhan keperawatan  ………………………………………………………………………………………………..          9
BAB lll Saran dan Kesimpulan
3.1 Kesimpulan                 ................................................................................................................. .................................        12
Daftar Pustaka  ……………………………………………………………............................       14
Riwayat Penulis               …………………………………………………………………………………………………      15








KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah dengan judul “GANGGUAN PADA MATA (MIOPI) YANG SERING MENYERANG REMAJA”

Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang penulis buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca.

Dengan ini penululis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.


                                                                                                                 Bandung , 11 November 2012


                                                                                                                                           " Penulis 

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Miopia merupakan salah satu gangguan mata yang mempunyai prevalensi yang
tinggi. Kejadian miopia semakin lama semakin meningkat dan diestimasikan
bahwa separuh dari penduduk dunia menderita miopia pada tahun 2020 (WHO,
2008). Prevalensi miopia di Amerika Serikat dan Eropa adalah kira-kira 30-40%
daripada jumlah penduduk dan penderita miopia di Asia mencapai kira-kira 70%
daripada jumlah penduduk (Walling, 2002). Di Sumatera, prevalensi miopia
mencapai 26,1% (Saw, 2002).
Dalam satu penelitian di Cina, 83.1% anak-anak dengan rerata umur 14.6
tahun mempunyai miopia -0.5 D atau kurang (lebih miopia) (Bei dkk,2001). Di
Swedia, satu penelitian menunjukkan anak-anak 12-13 tahun menderita miopia
dan 23.3% dari populasi tersebut membutuhkan kacamata (Gerando dkk, 2000).
Dari satu penelitian dilakukan di sebuah sekolah di Jakarta, enam puluh anak
(47%) menderita miopia dan sisanya (22%) mengalami kelainan refraksi
nonmiopia maupun kelainan organik yang memang tidak dinilai pada penelitian
ini (Ferry dkk, 2006).
Anak-anak dengan miopia menggunakan waktu yang lebih lama untuk
belajar dan membaca dan kurang waktu untuk olahraga daripada anak-anak
normal (Donald dkk, 2002). Sekitar 23.7% anak-anak dengan kedua orang tua
menderita miopia dan membaca lebih dari dua buku dalam satu minggu
mempunyai mata dengan panjang aksial 0.7 mm (miopia berat) berbanding 2.5%
anak-anak tanpa kedua orang tua menderita miopia dan membaca dua atau kurang
buku dalam satu minggu (Saw dkk, 2002). Selain itu, anak-anak yang banyak
menghabiskan waktu dengan aktivitas luar mempunyai risiko yang rendah terkena
miopia (Donald dkk,2009). Prevalensi miopia meningkat sesuai dengan
peningkatan umur (10.52% pada anak umur 12 tahun dan ke bawah, 54.4% pada
anak-anak umur 12 tahun keatas) (Lam dkk, 2002).
Terdapat satu teori berkenaan berkaitan dengan membaca dan miopia serta
mata. Teori ini dipanggil Teori Hemlhotz. Telah banyak penelitian dilakukan
untuk menguji berkenaan dengan teori ini. Teori ini mengatakan untuk melihat
sesuatu objek dengan jelas, mata perlu berakomodasi. Akomodasi berlaku apabila
kita melihat objek dalam jarak jauh atau terlalu dekat. Menurut Dr. Hemlholtz,
otot siliari mata melakukan akomodasi mata. Teori Helmholtz mengatakan
akomodasi adalah akibat daripada ekspansi dan kontraksi lensa, hasil daripada
kontraksi otot siliari. Teori Helmholtz merupakan teori yang sekarang sering
digunakan oleh dokter. (Dave, 2005)
Miopia yang merupakan kelainan rekfraksi dapat menyebabkan kebutaan
jika tidak dilakukan tindakan dengan segera. World Health Organization (WHO),
memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, di mana sepertiganya
berada di Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia,
dan 4 orang di antaranya berasal dari Asia Tenggara, sedangkan di Indonesia
diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian besar orang buta
(tunanetra) di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi
lemah.
Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996
menunjukkan angka kebutaan 1,5%. Penyebab utama kebutaan adalah katarak
(0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit-penyakit lain
yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38 %).
Jadi dapat dikatakan bahwa pemakaian kacamata akibat miopia pada anakanak
bisa disebabkan oleh penjagaan mata yang kurang. Apabila anak-anak dapat
dicegah menderita miopia yang membutuhkan kacamata, maka tingkat kebutaan
di Indonesia bisa dikurangkan.


1.2. Rumusan Masalah

Seberapa bahayakah akibat dari gangguan miopia yang menyerang?


1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui distribusi miopia ringan dan sedang pada pelajar miopia.
2. Mengetahui lama membaca dalam sehari pada pelajar miopia ringan dan
    sedang.
3. Mengetahui perbedaaan jarak membaca yang nyaman pada pelajar yang
    miopia ringan dan sedang.
4. Mengetahui perbedaan lama membaca yang nyaman pada pelajar yang
    miopia ringan dan sedang.


1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Memberi pengetahuan kepada pelajar tentang jarak membaca dan lama
membaca yang baik.
2. Membantu supaya pencegahan kepada miopia dan progresi miopia
ditingkatkan.
3. Program ke arah penggunaan kacamata pada anak-anak ditingkatkan
supaya progresi miopia dapat dicegah atau dikurangkan.
4. Membantu tercapainya matlamat pemerintah kepada pengurangan
kebutaan.


BAB II
2.1 Definisi
Miopi adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina ( bintik kuning ) dimana sistem akomodasi berkurang. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum ( titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.

Mata minus / myopia / short sighred eye adalah : keadaan pada mata dimana cahaya/benda yang jauh letaknya jatuh/difokuskan didepan retina/selpaut jala/bintik kuning
Myopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan didepan retina. Kelainan ini diperbaiki dengan lensa negatif sehingga bayangan benda tergeser ke belakang dan diatur dan tepat jatuh diretina (Mansjoer, 2002).
Myopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi
dibiaskan pada satu titik di depan retina.

Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu bola mata pada myopia yaitu:
1. Teori biologik menganggap pemanjangan sumbu bola mata sebagai akibat kelainan pertumbuhan retina(overgrowth)
2. Teori mekanik mengemukakan penekanan (stress) sklera sebagai penyebab pemanjangan tersebut.
Myopia Yaitu keadaan di mana mata terasa kabur apabila melihat objek-objek yang letaknya jauh, tapi mata mampu melihat objek yang dekat.

Pada rabun jauh (myopia) penderita selalu berusaha memicingkan matanya agar dapat melihat lebih jelas objek-objek yang jauh letaknya. Hal ini adalah ciri khas utama dari penderita myopia.

Myopia paling banyak terjadi pada usia anak-anak dan ditemukan secara tak sengaja pada saat skrining pemeriksaan mata di sekolah. Pada umumnya memang hal ini disebabkan oleh keturunan. Selain karena faktor keturunan, myopia juga bisa disebabkan oleh faktor kelengkungan kornea maupun kelainan bentuk lensa mata.

Ciri khas lain dari myopia ini adalah sifatnya yang progresif hingga pada usia remaja (hal ini dikarenakan faktor panjang sumbu bola mata yang bertambah seiring pertumbuhan anak) dan kemudian progresifitasnya menurun pada usia dewasa muda. Pertambahan derajat myopia membutuhkan kaca mata yang makin berat kekuatannya, karena itu pada masa usia dini dianjurkan agar pemeriksaan diulang tiap 6 bulan.


Tipe / Bentuk myopia yaitu:
1) Myopia Axial
Dalam hal ini, terjadinya myopia akibat panjang sumbu bola mata (diameter Antero-posterior), dengan kelengkungan kornea dan lensa normal, refraktif power normal dan tipe mata ini lebih besar dari normal.

2) Myopia Kurvatura
Dalam hal ini terjadinya myopia diakibatkan oleh perubahan darikelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata normal.

3) Perubahan Index Refraksi
Perubahan indeks refraksi atau myopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada penderita Diabetes Melitussehingga pembiasan lebih kuat.

4) Perubahan Posisi Lensa
Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaucomaberhubungan dengan terjadinya myopia.
Myopia dikategorikan berbahaya apabila berpotensi untuk menimbulkan kebutaan bagi penderitanya, karena tidak bisa diatasi dengan pemberian kacamata. Myopia berbahaya ini dibarengi dengan kerapuhan dari selaput jala (retina) yang makin lama makin menipis dari waktu ke waktu.
Pada puncaknya proses penipisan ini menimbulkan perobekan pada selaput jala (retina), yang membutuhkan tindakan bedah sedini mungkin untuk pemulihannya. Tingkat keberhasilan pemulihan penglihatan akibat hal ini sangat tergantung pada kecepatan tindakan penanggulangannya.

2.2 Penyebab (etiologi)
Pertengahan tahun 1900 SM, para dokter ahli mata dan ahli pemeriksa mata ( ahli kacamata ) percaya bahwa miopia menjadi hereditas utama. Di antara peneliti-peneliti dan para professional peduli mata, mereka mengatakan bahwa miopia sekarang telah menjadi sebuah kombinasi genetik dan merupakan salah satu faktor lingkungan.

Ada 2 mekanisme dasar yang dipercaya menjadi penyebab myopia yaitu:
1. Hilangnya bentuk mata ( juga diketahui sebagai hilangnya pola mata ), terjadi ketika kualitas gambar dalam retina berkurang.
2. Berkurangnya titik fokus mata, terjadi ketika titik fokus cahaya berada di depan atau di belakang retina

Myopia Terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan pula, semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami miopi. Ini karena organ mata sedang berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan.akibatnya para penderita miopi umumnya merasa bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina matanya, melainkan didepannya (Curtin, 2002).
2.3 Patofisiologi
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada myopia patologi masih belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesa terhadap elongasi berlebihan pada myopia.

Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:
1) Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa
2) Myopia progresif, myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata
3) Myopia maligna, myopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa sama dengan myopia maligna sama dengan myopia degenerative.
4) Myopia degeneratif atau myopia maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi karioretina.

Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sclera dan kadang-kadang terjadi rupture membrane Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada myopia dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optic.
(Sidarta, 2005).






2.4 manifestasi klinik
Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu objek dengan jarak jauh ( anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di papan tulis tetapi mereka dapat dengan mudah membaca tulisan dalam sebuah buku.

Penglihatan untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat miopianya terlalu tinggi, sehingga letak pungtum remotum kedua mata terlalu dekat, maka kedua mata selalu harus melihat dalam posisi kovergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan (astenovergen) . Mungkin juga posisi konvergensi itu menetap, sehingga terjadi strabismus konvergen (estropia). Apabila terdapat myopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih tinggi. Mata ambliopia akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen (eksotropia). (Illyas,2005).

Pasien dengan myopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang penderita myopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien myopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esoptropia (Sidarta, 2005).

Gejala-gejala myopia juga terdiri dari:
1) Gejala subjektif :
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi )
d. Astenovergens

2) Gejala objektif :
a) Myopia simpleks :
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relative lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen myopia ( myopic cresent ) yang ringan di sekitar papil saraf optik.

b) Myopia patologik :
- Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks.
- Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada:
- Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan myopia.
- Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur
- Makula: Berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan pendarahan subretina pada daerah macula.
- Retina bagian perifer: Berupa degenersi kista retina bagian perifer Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai fundus tigroid. (Illyas,2005).


2.5 Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Nonfarmakologi

a. Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia. Dalam ilmu keratotology kontak lensa yang digunakan adalah adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia.

b. Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi
Para pelaksana dan penganjur terapi alternatif ini sering merekomendasikan latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan (pencegahan). Akan tetapi, kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli pengetahuan dan para praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan peninjauan ilmiah pada beberapa subjek. Dari peninjauan tersebut disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti (fakta) ilmiah yang menyatakan bahwa latihan pergerakan mata adalah pengobatan myopia yang efektif.

c. Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis (LASIK) atau operasi lasik mata, yang telah populer dan banyak digunakan para ahli bedah untuk mengobati miopia. Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya tingkat miopia dengan menggunakan sebuah laser. Selain lasik digunakan juga terapi lain yaitu Photorefractive Keratotomy (PRK) untuk jangka pendek, tetapi ini menggunakan konsep yang sama yaitu dengan pergantian kembali kornea mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda. Selain itu ada juga pengobatan yang dilakukan tanpa operasi yaitu orthokeratologi dan pemotongan jaringan kornea mata. Orang-orang dengan miopia rendah akan lebih baik bila menggunakan teknik ini. Orthokeratologi menggunakan kontak lensa secara berangsur-angsur dan pergantian sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahan-bahan plastik yang ditanamkan ke dalam kornea mata untuk mengganti kornea yang rusak( Lee dan Bailey, www.allaboutvision.com/conditions/myopia.Htm,2006).

2) Penatalaksanaan Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak digunakan ada penderita myopia (www.allaboutvision.com/conditions/myopia.Htm,2006).

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto fundus / retina
b. Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri
c. Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram)
d. Pemeriksaan kelainan otak / brain berkaitan dengan kelainan mata ( E.E.G = electro – ence falogram
f. EVP (evoked potential examination)
g. USG ( ultra – sono – grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada tumor,panjang bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous)
h. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa)
i. CT scan dengan kontras / MRI. VI. Penatalaksanaan




Asuhan keperawatan pada klien myopia
1.Pengkajian Fisik
1) Pengkajian Ketajaman Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu Snellen.
a. Pasien duduk dengan dengan jarak 6 meter dari kartu Snellen dengan satu mata ditutup.
b. Pasien diminta membaca huruf yang tertulis pada kartu, mulai dari baris paling atas kebawah,dan tentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca seluruhnya dengan benar. 

Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas (terbesar) maka dilakuan uji hitung jari dari jarak 6 meter.
Jika pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 6 meter, maka jarak dapat dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien 1 meter.
Jika pasien tetap tidak bisa melihat,dilakukan uji lambaian tangan,dilakukan uji dengan arah sinar.
Jika pengelihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar,maka dikatakan pengelihatanya adalah 0 (nol) atau buta total.

Penilaian :
Tajam pengelihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat membaca seluruh huruf dalam kartu Snellen dengan benar. Bila baris yang dapat dibaca selurunya bertanda 30 maka dikatakan tajam pengelihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30 meter. Bila dalam uji hitung jari pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pad jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam pengelihatan 3/60. Jari terpisah dapat dilihat orang normal pada jarak 60 meter.
Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam pengelihatan adalah 1/300.
Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja,tidak dapat melihat lambaian tangan, maka dikatakan sebagai satu per minus. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak terhingga.

2) Pengkajian Gerakan Mata
a. Uji Menutup, salah satu mata pasien di tutup dengan karton atau tangan pemeriksa, dan pasien di minta memfokuskan mata yang tidak tertutup pada satu benda diam sementara mata yang di tutup karton/tangan tetap terbuka. Kemudian karton atau tangan tiba-tiba di singkirkan, dan akan nampak gerakan abnormal mata. Bila mata, saat di tutup bergeser ke sisi temporal, akan kembali ke titik semula ketika penutup di buka. Sebaliknya, bila bergeser ke sisi nasal, fenomena sebaliknya akan terjadi. Kecenderungan mata untuk bergeser, ketika di tutup, ke sisi temporal, di namakan eksoforia; kecenderungan mata untuk bergeser ke sisi nasal di sebut esoforia.

b. Lirikan Terkoordinasi, benda di gerakkan ke lateral ke kedua sisi sepanjang sumbu horizontal dan kemudian sepanjang sumbu oblik. Masing-masing membentuk sumbu 60 derajat dengan sumbu horizontal. Tiap posisi cardinal lirikan menggambarkan fungsi salah satu dari keenam otot ekstraokuler yang melekat pada tiap mata. Bila terjadi diplopia (pandangan ganda), selama transisi dari salah satu posisi cardinal lirikan, pemeriksa dapat mengetahui adanya salah satu atau lebih otot ekstraokuler yang gagal untuk berfungsi dengan benar. Keadaan ini bias juga terjadi bila salah satu mata gagal bergerak bersama dengan yang lain.

3) Pengkajian Lapang Pandang
Pemeriksa dan pasien duduk dengan jarak 1 sampai 2 kaki, saling berhadapan. Pasien di minta menutup salah satu mata dengan karton, tanpa menekan, sementara ia harus memandang hidung pemeriksa. Sebaliknya pemeriksa juga menutup salah satu matanya sebagai pembanding. Bila pasien menutup mata kirinya, misalnya, pemeriksa menutup mata kanannya. Pasien di minta tetap melirik pada hidung pemeriksa dan menghitung jumlah jari yang ada di medan superior dan inferior lirikan temporal dan nasal. Jari pemeriksa di gerakkan dari posisi luar terjauh ke tengah dalam bidang vertical, horizontal dan oblik. Medan nasal, temporal, superior dan inferior di kaji dengan memasukkan benda dalam penglihatan dari berbagai titik perifer. Pada setiap manuver, pasien memberi informasi kepada pemeriksa saat ketika benda mulai dapat terlihat sementara mempertahankan arah lirikannya ke depan.

a. Pemeriksaan Fisik Mata
1) Kelopak Mata, harus terletak merata pada permukaan mata
2) Buku Mata, posisi dan distribusinya
3) Sistem lakrimal, struktur dan fungsi pembentukan dan drainase air mata.
4) Pemeriksaan Mata Anterior, sclera dan konjungtiva bulbaris diinspeksi secara bersama.
5) Pemeriksaan Kornea, normalnya kornea tampak halus dengan pantulan cahaya seperti cermin, terang, simetris dan tunggal.

No
Diagnosa keperawatan
Perencanaan
Implementasi
Evaluasi
Intervensi
Tujuan
1











































Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/gangguan status organ indera












-Kaji derajat dan durasi gangguan visual



-Orientasikan klien pada lingkungan yang baru





-Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatan



-Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani gangguan penglihatannya





>untuk mengukur durasi gngguan visual



>agar klen tidak merasa asing terhadap lingkungn baru




>agar perawat mengerti seberapa jauh gangguan atau seberapa besar pengaruh gangguan pada keseharian pasien 

>agar meningkatkan konsep diri dan kemandirian pasien

 
>Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien



>Memberikan peningkatan kenyamanan, kekeluargaan serta kepercayaan klien-perawat


>meningkatkan kepercayaan klien-perawat dan penerimaan diri




>Menurunkan kemungkinan bahaya yang akan tejadi sehubungan dengan gangguan penglihatan





1)Menyatakan penerimaan diri sehubungan dengan perubahan sensori
2)Mampu memakai metode koping untuk menghilang ansietas
3)Menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan pengobatan


2

Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada kepala, kelelahan pada mata)

-  Orientasikan klien pada lingkungan yang baru

- Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya






- Beritahu klien tentang tindakan pengobatan yang akan dilakukan.


>agar klien mengenal lingkungan


>menambah wawasan pasien mengenai masalah yang sedang terjadi pada pengelihatanya






>  Mengurangi ansietas klien

> Membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan

>jika pasien mengertimengenai perjalanan penyakitnya maka klien akan berusaha melogikakan dengan proses pengobatan sehingga membantu perawat dalam proses pengobatan .


> agar klien mengerti mengenai proses pengobatan sehingga bisa mempersiapkan diri   mengenai terapi dan pengobatan yang akan di lakukan



3

Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan


-Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis dan pengobatan

-Beritahu klien tentang perjalanan penyakitnya serta pengobatan yang akan dilakukan

-Anjurkan klien menghindari membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat.
>Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien.



>agar pasien tahu mengenai tindakan keperawatan sehingga meningkatkan kepercayaan klien pada perawat

> klien membantu perawat dalam proses pengobatan karena tindakan ini mrupakan salah satu bagian dari proses pengobatan .
>agar tidak salah memberikan dan menentukan  terapi / pengobatan yang akan diberikan


>mnghindari kesalah pahaman dikarenakan kurangnya wawasan pasien




> Membaca terlalu lama dan membaca dengan posisi tidur, menonton TV dengan jarak terlalu dekat dapat mengakibatkan kelelahan pada mata.














BAB 3
KESIMPULAN

Miopi adalah kerusakan refleksi mata dimana akomodasi mata berkurang, pasien myopia akan melihat lebih jelas ketika melihat suatu benda pada jarak dekat dan akan terasa kabur pada jarak jauh,terdapat 2 teori yang menjelaskan mengenai penyebab gangguan mata pasien ( miopi ) yaitu teori biotic dan teori mekanis.
                Salah satu ciri khas dari myopia ini adalah sifatnya yang progresif hingga pada usia remaja (hal ini dikarenakan faktor panjang sumbu bola mata yang bertambah seiring pertumbuhan anak) dan kemudian progresifitasnya menurun pada usia dewasa muda. Pertambahan derajat myopia membutuhkan kaca mata yang makin berat kekuatannya, karena itu pada masa usia dini dianjurkan agar pemeriksaan diulang tiap 6 bulan.
               
Klasifikasi miopia yang umum diketahui adalah berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengoreksinya.
·         Miopia ringan, lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri.
·         Miopia sedang, lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
·         Miopia tinggi, lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita miopia kategori ini rawan terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.
kasus myopia tinggi tidak sekedar berarti kaburnya penglihatan, tapi juga sering diikuti dengan masalah kesehatan mata yang cukup serius. Bahaya robekan dan pengelupasan retina yang mengancam penderita myopia tinggi adalah yang paling serius, bisa mengakibatkan buta total.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar